Wednesday, May 14, 2014

[CERPEN] Kasih Sayang yang Nyata

Kasih Sayang Yang Nyata
Oleh : Viraries De naghie

Rasa sayang dan cinta serta kasih akan hadir ketika kita merasa nyaman di dekatnya. Dulu aku sempat merasakan itu, sekarang telah hilang entah kemana. Malam kan berganti siang, siang kan tergantikan malam begitu seterusnya. Semua terjadi atas izin Allah swt. Seiring berjalannya waktu, secepat itulah aku berubah dalam segalanya. Sosok yang selama ini menjadi panutan untukku. Selalu aku elu-elukan bahkan memenuhi ruang di hati.  Kini yang tersisa hanyalah kebencian yang merajarela. Menguasai otak dan pikirannku.
Entah berapa kali lagi aku harus mengalami kejadian seperti ini.  Apa akan terus terjadi sepanjang hidup?, ataukah akan berakhir dalam sesaat?. Aku sungguh sudah bosan dan muak dengan apa yang ada saat ini. Kasih sayang yang palsu, perhatian berselimutkan kebencian, dan segala tingkah lakunya yang di buat-buat. Semua itu malah semakin membuatku membencinya. Tak ada lagi ruang tuk berbelas kasih padanya. Aku benci dengan segala aturan yang di berikannya untukku.
“Amira berhentilah bersikap kekanak-kanakan. Ayahmu melakukan itu semua demi kebaikanmu. Buka pintunya sayang, mari kita bicarakan baik-baik.  Kau sudah dewasa, umurmu sudah 18 tahun sayang. Jangan selalu mengunci dirimu ketika kau marah.” sahut nenek sambil mengetuk pintu kamarku dengan pelan
“Iya nek...aku tahu aku belum bisa bersikap dewasa, tapi aku sudah bosan dengan segala aturan ayah, sekarang biarkan aku sendiri dulu nek..aku butuh ketenangan.”ucapku sambil mengigit bibir untuk menahan tangis
Perlahan ku ambil buku bercorak biru di atas meja belajarku, sambil mengusap air mata ku buka perlahan buku itu. Terpampang jelas foto wanita cantik berbalut kerudung putih dengan tersenyum manis. Senyum yang selalu kurindukan saat ini.


Senin 13 Mei 2013
Merindukanmu adalah sesuatu yang wajar dan lumrah. Rasa itu menyeruak ke dalam dada, memenuhi seluruh raga dan jiwa.  Rasa sayang meresap sampai sumsum otak. Hingga aku tak sanggup lagi menahan tangis kalau aku benar-benar merindukanmu mamah. Semenjak kepergianmu dunia terasa hampa. Aku mencoba mencari secercah cahaya, tapi tak pernah kutemukan. Dulu ayah pernah menghadirkan pelita itu mah. Tapi, terkadang ia memadamkan dan menyalakannya kembali, dan pada akhirnya aku bosan dan pergi meninggalkan cahaya itu.
Mamah... ketika malam tiba, aku selalu menengok ke jendela kamarku dan melihat bintang yang paling terang. Karna aku yakin bintang itu adalah engkau. Namun semua itu hanya kenangan masa kecil. Hingga akhirnya aku tahu bintang itu bukanlah engkau. Kau tahu mengapa malam ini aku begitu sedih. Kali ini ayah sungguh keterlaluan mah. Dulu aku kira kebencian ayah hanya perasaanku saja. Tapi kali ini semua sudah terbukti ia memang tak pernah menginginkan aku lagi. Dan menganggap penyebab kematian mamah adalah aku.
Mamah sayang...bagaimanapun caranya, Amira tak ingin menuruti keinginan ayah kali ini. Aku tak bisa jauh dari mamah. Mengapa Amira harus pergi sekolah di tempat yang sangat jauh dari sisi mamah? Tidak cukupkah dengan mamah telah tiada? lalu mengapa aku harus tinggal di sana? Bagaimana jika aku tak bisa mengunjungi makam mamah setiap harinya. Ku harap ayah berubah pikiran.
Aku tahu aku terlalu egois dan tidak dewasa. Tapi bukankah ia jauh lebih egois daripada aku. Bagaimana mungkin seorang ayah menikah lagi ketika istrinya baru meninggal setelah 3 bulan? Apakah tidak pantas jika di sebut seseorang yang tidak berperasaan? ia menikah dengan tante Ratna, sahabat baik mamah.  Rasanya pada saat itu aku ingin berteriak sekencang mungkin mah. Dan berharap itu hanya mimpi buruk. Tapi sayangnya mimpi itu sudah berlanjut 8 tahun lamanya.
 Mamah cinta... aku lelah akan semua ini. Ingin ku akhiri segalanya. Sampai saat ini aku masih belum paham dan mengerti apa yang terjadi pada ayah. Benarkah dulu ia sosok yang begitu ku banggakan? Sosok yang memberiku perlindungan dan kenyamanan? Lalu kemana perginya semua itu mah? Ketika aku bertanya pada nenek ia hanya tersenyum dan berkata : “Sosok itu memang ayahmu, sosok yang tak pernah berubah dari dulu hingga sekarang.” apakah hanya kepada aku ayah berubah? ya memang begitu mah.
Peluk rindu cium dan sayang selalu untuk mamah di surga. Kalimat itu menjadi kalimat penutup di buku diaryku.
Rasa lelah menghampiri seluruh badanku. Mungkin karna aku menangis begitu lama, kantukpun mulai menyerang dan akhirnya aku tertidur. Kurasakan ada sesorang mengusap lembut kepalaku dan kulihat samar-samar wajah itu adalah ayah. Ia tersenyum hampa, senyum yang begitu sedih. Tapi mana mungkin ayah mengusap kepalaku aku hanya bemimpi gumamku dalam hati.
Esok harinya aku harus menerima kenyataan.  Ayah tetap bersikeras tentang kuliah  yang harus ku lanjutkan di luar negri. Segalanya telah di selesaikan pasport, tiket, pesawat, dan apartemen hanya  tinggal menunggu hari keberangkatanku.
“Sudahlah Amira hentikan tangisanmu, semua itu tak akan merubah segalanya. Lebih baik sekarang kau mempersiapkan baju dan segala sesuatunya dari sekarang.”ucapnya sambil menghisap rokok dalam-dalam
“Memang benar ayah, menangis darahpun tidak akan merubah keadaan. Tapi bagaimana jika aku meninggal seperti mamah? itu yang akan merubah semuanya.”kataku setengah berteriak
“Cukup! hentikan omong kosongmu kau memang tak pernah mengerti semuanya.”ucapnya membentakku
“Aku memang tak akan pernah mengerti sikap ayah semenjak mamah meninggal. Dan aku akan tetap tak memahami semuanya.”ucapku sambil berlinang air mata dan berlalu pergi ke kamar
“Amira..tunggu sayang, nenek ingin berbicara denganmu.”sahut nenekku menarik lengan ku
“Nek..biarkan aku pergi, aku akan membereskan baju untuk besok.”ucapku dengan lembut
“Biar ibu bantu ya nak.”kata seseorang yang sangat kubenci
“Tidak perlu tante, dan kumohon jangan menyebut dirimu ibu. Sudah berapa kali aku bilang kau bukan ibuku.”ucapku dengan nada pilu
“Tapi Amira..”ucapnya hendak memegang tanganku
“Biarkan dia pergi Ratna. Dia tahu apa yang harus di lakukannya” kata ayah dengan mencegah tante Ratna menarik tanganku
Dengan langkah terkulai lemas aku berjalan ke kamar. Kujatuhkan tubuhku di kasur yang empuk ini. Kutekan keras-keras bantal ke wajahku, agar tak ada yang dapat mendengar isak tangisku. Berat rasanya menerima kenyataan aku harus meninggalkan kota ini. Semua kenangan tersimpan di sini. Satu yang paling memberatkan adalah aku harus jauh dari makam mamah.
“Sayang..nenek masuk ya”ucap nenek dengan suara parau
Aku tak tega untuk menolaknya masuk. Ia adalah ibu dari mamah yang begitu kucintai. Nenek adalah obat sakitku selama ini. Pengganti mamah yang telah pergi tuk selamanya.
“Iya nek masuk, pintu gak amira kunci kok”jawabku dengan pelan
“Loh katanya mau beres-beres sayang. Tapi masih menangis. Nanti hilang wajah cantik cucu nenek ini”ungkapnya sambil menghapus sisa air mata di pipiku.
“Ah nenek bisa saja, hehehe iya tadi aku lagi menumpahkan kekesalan”sahutku sambil tersenyum tipis
“Amira turutilah perkataan ayahmu kali ini, semuanya sudah di pertimbangkan dengan matang olehnya. Sebaiknya kau mempersiapkan barang yan hendak di bawa nanti ke Amerika sana.”ujarnya dengan hati-hati agar tak melukai hatiku
“Baik nek, aku mengerti apa yang harus kulakukan, tapi mengapa mamah menerima penyakit itu setelah melahirkanku?  Apa aku pembawa bencana? Dari situkah ayah membenciku?”tanyaku pelan
“Tidak sayang, kau adalah anugrah terindah untuk ayah dan mamahmu. Jangan pernah berpikiran seperti itu lagi ya Amira.  kau memang seperti mamahmu, selalu mempunyai hati yang lembut. Walau terkadang di luar kau terlihat keras kepala.nenek menyayangimu Amira.”ucapnya sambil mencium keningku
“Benar nek aku seperti mamah yang mungkin akan mati secara perlahan.”gumamku dalam hati,
“Nenek akan pergi dulu berbicara dengan ayahmu, dan kau istirahat saja dulutuk menenangkan perasaanmu.”ucap nenek sambil menutup pintu kamarku
“Jika tak ada jalan lagi, dan itu yang terbaik aku harus pergi, dan bahkan tak ingin ku kembali ke sisimu ayah.”lirihku pelan
Dengan cepat segera kurapihkan barang-barang yan hendak ku bawa, baju-baju yang iingin ku pakai di sana, sisanya akan kubeli saja.  Aku teringat kotak musik kecilku yang berada di gudang, itu pemberian dari mamah tepat sehari sebelum ulang tahunku dan meninggalnya ia.  Kulangkahkan kakiku ke ruang gudang bawah tanah. Tempat penyimpanan segala barang yang sudah sangat lama dan tidak terpakai
“Dimana ya kotak musik itu ? terakhir kali aku melihatnya satu tahun  yang lalu, saat mengumpulkan baju bekas tuk anak yatim piatu.”ujarku dengan mata melihat sekelilingku
Tiba-tiba mataku tertuju pada kotak rotan kayu berukiran pemandangan hutan, motif yang sangat indah dan menarik pandangan.
“Sepertinya aku belum pernah melihat kotak itu.”pikirku penasaran dan membuka isi kotak itu
Terdapat foto mamah dan ayah saat mereka masih muda, lalu ada foto yang tampak begitu kukenali foto 3 orang anak remaja yang sedang saling berpelukan.
“Ini mamah,ayah, dan tante Ratna kan.”kataku heran
Ada secarik kertas dengan amplop yang masih terjaga rapih, dengan ragu ku buka isi amplop itu dan membacanya pelan-pelan.

7 Januari 2005
Dengan cinta dan kasih sayang ku tulis surat ini
Mas Hendi...maaf jika selama ini belum bisa menjadi istri yang baik untukmu, ibu yang sempurna untuk putri kita. Namun sejauh ini aku selalu berusaha menjadi yang terbaik sebisa mungkin. Di saat kau membaca surat ini. Aku sudah jauh dari genggamanmu. Jauh sekali dan tak mungkin engkau dapat menjangkaunya kembali.
Kanker serviks yang memggerogoti tubuhku ini adalah takdir yang harus kuterima. Aku tahu kau mampu menyayangi Amira selalu. jika dia sudah dewasa nanti. Sekolahkanlah dia sejauh mungkin, agar ia tak selalu mengenangku dan mengingat aku kembali.
Suami ku tercinta...kumohon jangan tangisi kepergianku, tapi tersenyumlah untuk semua itu. Karna semuanya sudah di atur oleh yang kuasa. Bisakah kau mengabulkan keinginan setelah aku meninggal nanti? Aku ingin setelah 3 bulan dari hari kematianku, menikahlah dengan Ratna sahabat kita. Kau tahu sayang? Bertahun-tahun lamanya ia selalu memendam rasa suka kepadamu. Selama ini dia selalu mencintaimu diam-diam. Semenjak kita kecil dan bersahabat ia menyembunyikan perasaannya hanya demi kita sahabatnya
Aku mengetahui semua itu dari diary yang tanpa sengaja kubaca di kamarnya. Smemua cerita hanya tentang kamu mas. Kumohon hanya dia yang pantas mendampingimu setelah aku. Restuku menyertai kalian berdua. Dia akan menjadi istri yang baik dan ibu yang sempurna untuk kamu dan putri kecil kita. Aku tahu kau akan sangat sulit menerimanya, tapi kau mau kan berkorban untuk buah cinta kita? Amira masih kecil untuk menerima kenyataan bahwa ibunya akan pergi selamanya. Ia masih butuh kasih sayang seorang ibu mas. Dan aku yakin kau tidak akan menolak permintaanku ini  demi Amira yang begitu kau sayangi. Kumohon mas...
Kau tahu saat menulis surat ini ibu melarangku menulis terlalu banyak. Padahal masih banyak yang ingin kusampaikan kepadamu dan untuk putri kita. Peluk cinta dan kasih untukmu ibu, dan Amira putri tercantik kita. Jadilah ayah yang baik untuknya, aku selalu menyayangi kalian semua.
Tetes air mata mengalir deras di pipiku. Rasanya ada batu yang menghujam keras di  hatiku. Selama ini aku membenci seseorang yang tak pantas ku benci. Dia yang telah mengorbankan kebahagiannya sendiri demi kepentingan keluarga. Masih terngiang jelas di telinga ku akan kata-kata kasar yang selalu ku lontarkan untuknya
“Ayah jahat...mengapa harus menikahi tante Ratna sahabat mamah, itu berarti ayah menyakiti mamah! Aku benci ayah!
Masih terbayang di pikiranku akan sikapku selama ini yan selalu cuek dan acuh. Bahkan ketika beliau sakit aku enggan menyapanya
“Mengapa harus Amira yang merawatnya nek? Bukankah ia punya istri yang baru?.”ujarku dengan ketus
Semua kata-kata dan prilaku itu menunjukkan betapa aku membencinya dulu. Kini luapan kasih tumbuh dan mekar kembali di hati.  Ternyata selama ini aku tidak bermimpi akan sosok yang selalu mengusap lembut kepalaku menjelang tidur, ketika aku sakit atau saat aku menangis. Sosok itu nyata, yaitu ayah. Kasih sayangnya yang ku anggap palsu, dan itu semua adalah cinta kasih yang nyata.  Kali ini aku begitu tertekan dan merasa berdosa juga bersalah. Aku tak pernah tahu akan kebenaran ini, “Mengapa semua berbohong kepadaku? mengapa?.”teriakku di sertai tangis yang pecah
“Masya Allah Amira, kau kenapa sayang? Nenek mencari mu dari tadi . Ayah ingin berbicara denganmu sepertinya ia ingin membatalkan kuliahmu di luar negri, sayang kau dengar perkataan nenek? Kenapa kau hanya diam? Apa yang kau baca itu nak?.”
“Nek...mengapa menyembunyikan kebenaran ini? Kenapa baru sekarang aku tahu ini?.’isakku bercucuran air mata
“Oh tuhan, kau temukan surat itu. Aku sudah mengatakan kepada Hendi agar menyimpannya baik-baik agar kau tidak tahu hingga saatnya.”
“Tidak apa-apa nek justru aku berterimakasih pada ayah karna telah menyimpannya di gudang ini, dan aku telah mengetahui itu sebelum semuanya terlambat.”
“Maafkan nenek sayang, sebenarnya sudah lama nenek ingin memberitahumu ini, tapi ayahmu selalu bersikeras dan melarang nenek memberitahumu. Pada akhirnya ia berkata biarlah Amira membenciku selamanya. Ini semua agar ia menjadi anak yang kuat dan tidak ceneng, dan tugasku sebagai ayah telah selesai sebagaimana mamahnya berpesan.
Sungguh hatiku pilu mendengar perkataan nenek, sesungguhnya cinta ayah kepadaku begitu besar
“Nek di mana ayah?”tanyaku terburu-buru
“Ia ada di ruang tengah”jawab nenek heran
Dengan tergesa-gesa ku berlari menuju ruang tengah. Tampak sosok ayah yang sudah tua dan beruban sedang termenung sambil menghisap rokok.
“Ayah...”lirihku pelan
“Amira.. kau sudah datang, baiklah ayah ingin berbicara sesuatu kepadamu tentang perkuliahanmu.” ucap ayah dengan nada yang tegas
Tanpa menjawab aku segera berlari ke dalam pelukannya. Pelukan yang begitu kurindukan sejak lama.
“Ayah...maafkan Amira, aku jahat ayah, aku egois, Amira sayang ayah selamanya.”ucapku dengan sesegukan karna menangis
“Kau kenapa sayang? Tidak ada yang salah. Kau selalu benar di mata ayah.”tanya ayah dengan suara lembut
Aku masih tak ingin melepaskan pelukanku kepadanya. Kedamaian yang menetramkan jiwa. Segera ku perlihatkan secarik kertas dari tangan ku.
“Amira sudah tau semuanya ayah, maaf selama ini Amira tak pernah memahami ayah, maukah kita memulai cerita akan keluarga baru dari awal lagi ayah?.”tanya ku sambil mengusap air mata
“Tentu saja sayang, tapi kau harus tetap pergi ke luar negri.”candanya sambil mengacak-acak rambutku
Dan dari jauh sana mamah pasti sedang tersenyum lembut kepadaku, usai dari pelukan hangat ayah tak lupa ku peluk tante Ratna dan nenek terhebatku, sekarang aku mulai membiasakan diri memanggil tante Ratna dengan sebutan ibu. Kini kusadari ternyata seorang ayah adalah kasih sayang yang nyata.  Love you so much my father.

***

No comments:

Post a Comment