Kasih Sayang Yang Nyata
Oleh : Viraries De naghie
Rasa sayang dan
cinta serta kasih akan hadir ketika kita merasa nyaman di dekatnya. Dulu aku
sempat merasakan itu, sekarang telah hilang entah kemana. Malam kan berganti
siang, siang kan tergantikan malam begitu seterusnya. Semua terjadi atas izin
Allah swt. Seiring berjalannya waktu, secepat itulah aku berubah dalam
segalanya. Sosok yang selama ini menjadi panutan untukku. Selalu aku elu-elukan
bahkan memenuhi ruang di hati. Kini yang
tersisa hanyalah kebencian yang merajarela. Menguasai otak dan pikirannku.
Entah berapa
kali lagi aku harus mengalami kejadian seperti ini. Apa akan terus terjadi sepanjang hidup?,
ataukah akan berakhir dalam sesaat?. Aku sungguh sudah bosan dan muak dengan
apa yang ada saat ini. Kasih sayang yang palsu, perhatian berselimutkan
kebencian, dan segala tingkah lakunya yang di buat-buat. Semua itu malah
semakin membuatku membencinya. Tak ada lagi ruang tuk berbelas kasih padanya.
Aku benci dengan segala aturan yang di berikannya untukku.
“Amira
berhentilah bersikap kekanak-kanakan. Ayahmu melakukan itu semua demi kebaikanmu.
Buka pintunya sayang, mari kita bicarakan baik-baik. Kau sudah dewasa, umurmu sudah 18 tahun
sayang. Jangan selalu mengunci dirimu ketika kau marah.” sahut nenek sambil
mengetuk pintu kamarku dengan pelan
“Iya nek...aku
tahu aku belum bisa bersikap dewasa, tapi aku sudah bosan dengan segala aturan
ayah, sekarang biarkan aku sendiri dulu nek..aku butuh ketenangan.”ucapku
sambil mengigit bibir untuk menahan tangis
Perlahan ku
ambil buku bercorak biru di atas meja belajarku, sambil mengusap air mata ku
buka perlahan buku itu. Terpampang jelas foto wanita cantik berbalut kerudung
putih dengan tersenyum manis. Senyum yang selalu kurindukan saat ini.
Senin 13 Mei 2013
Senin 13 Mei 2013
Merindukanmu
adalah sesuatu yang wajar dan lumrah. Rasa itu menyeruak ke dalam dada, memenuhi
seluruh raga dan jiwa. Rasa sayang meresap
sampai sumsum otak. Hingga aku tak sanggup lagi menahan tangis kalau aku
benar-benar merindukanmu mamah. Semenjak kepergianmu dunia terasa hampa. Aku
mencoba mencari secercah cahaya, tapi tak pernah kutemukan. Dulu ayah pernah
menghadirkan pelita itu mah. Tapi, terkadang ia memadamkan dan menyalakannya
kembali, dan pada akhirnya aku bosan dan pergi meninggalkan cahaya itu.
Mamah... ketika
malam tiba, aku selalu menengok ke jendela kamarku dan melihat bintang yang
paling terang. Karna aku yakin bintang itu adalah engkau. Namun semua itu hanya
kenangan masa kecil. Hingga akhirnya aku tahu bintang itu bukanlah engkau. Kau
tahu mengapa malam ini aku begitu sedih. Kali ini ayah sungguh keterlaluan mah.
Dulu aku kira kebencian ayah hanya perasaanku saja. Tapi kali ini semua sudah
terbukti ia memang tak pernah menginginkan aku lagi. Dan menganggap penyebab
kematian mamah adalah aku.
Mamah sayang...bagaimanapun
caranya, Amira tak ingin menuruti keinginan ayah kali ini. Aku tak bisa jauh
dari mamah. Mengapa Amira harus pergi sekolah di tempat yang sangat jauh dari
sisi mamah? Tidak cukupkah dengan mamah telah tiada? lalu mengapa aku harus
tinggal di sana? Bagaimana jika aku tak bisa mengunjungi makam mamah setiap
harinya. Ku harap ayah berubah pikiran.
Aku tahu aku
terlalu egois dan tidak dewasa. Tapi bukankah ia jauh lebih egois daripada aku.
Bagaimana mungkin seorang ayah menikah lagi ketika istrinya baru meninggal
setelah 3 bulan? Apakah tidak pantas jika di sebut seseorang yang tidak
berperasaan? ia menikah dengan tante Ratna, sahabat baik mamah. Rasanya pada saat itu aku ingin berteriak
sekencang mungkin mah. Dan berharap itu hanya mimpi buruk. Tapi sayangnya mimpi
itu sudah berlanjut 8 tahun lamanya.
Mamah cinta... aku lelah akan semua ini. Ingin
ku akhiri segalanya. Sampai saat ini aku masih belum paham dan mengerti apa yang
terjadi pada ayah. Benarkah dulu ia sosok yang begitu ku banggakan? Sosok yang
memberiku perlindungan dan kenyamanan? Lalu kemana perginya semua itu mah?
Ketika aku bertanya pada nenek ia hanya tersenyum dan berkata : “Sosok itu
memang ayahmu, sosok yang tak pernah berubah dari dulu hingga sekarang.” apakah
hanya kepada aku ayah berubah? ya memang begitu mah.
Peluk rindu
cium dan sayang selalu untuk mamah di surga. Kalimat itu menjadi kalimat
penutup di buku diaryku.
Rasa lelah
menghampiri seluruh badanku. Mungkin karna aku menangis begitu lama, kantukpun
mulai menyerang dan akhirnya aku tertidur. Kurasakan ada sesorang mengusap
lembut kepalaku dan kulihat samar-samar wajah itu adalah ayah. Ia tersenyum
hampa, senyum yang begitu sedih. Tapi mana mungkin ayah mengusap kepalaku aku
hanya bemimpi gumamku dalam hati.
Esok harinya
aku harus menerima kenyataan. Ayah tetap
bersikeras tentang kuliah yang harus ku
lanjutkan di luar negri. Segalanya telah di selesaikan pasport, tiket, pesawat,
dan apartemen hanya tinggal menunggu
hari keberangkatanku.
“Sudahlah Amira
hentikan tangisanmu, semua itu tak akan merubah segalanya. Lebih baik sekarang
kau mempersiapkan baju dan segala sesuatunya dari sekarang.”ucapnya sambil
menghisap rokok dalam-dalam
“Memang benar
ayah, menangis darahpun tidak akan merubah keadaan. Tapi bagaimana jika aku
meninggal seperti mamah? itu yang akan merubah semuanya.”kataku setengah
berteriak
“Cukup! hentikan
omong kosongmu kau memang tak pernah mengerti semuanya.”ucapnya membentakku
“Aku memang tak
akan pernah mengerti sikap ayah semenjak mamah meninggal. Dan aku akan tetap
tak memahami semuanya.”ucapku sambil berlinang air mata dan berlalu pergi ke
kamar
“Amira..tunggu
sayang, nenek ingin berbicara denganmu.”sahut nenekku menarik lengan ku
“Nek..biarkan
aku pergi, aku akan membereskan baju untuk besok.”ucapku dengan lembut
“Biar ibu bantu
ya nak.”kata seseorang yang sangat kubenci
“Tidak perlu
tante, dan kumohon jangan menyebut dirimu ibu. Sudah berapa kali aku bilang kau
bukan ibuku.”ucapku dengan nada pilu
“Tapi Amira..”ucapnya
hendak memegang tanganku
“Biarkan dia
pergi Ratna. Dia tahu apa yang harus di lakukannya” kata ayah dengan mencegah
tante Ratna menarik tanganku
Dengan langkah
terkulai lemas aku berjalan ke kamar. Kujatuhkan tubuhku di kasur yang empuk
ini. Kutekan keras-keras bantal ke wajahku, agar tak ada yang dapat mendengar
isak tangisku. Berat rasanya menerima kenyataan aku harus meninggalkan kota
ini. Semua kenangan tersimpan di sini. Satu yang paling memberatkan adalah aku
harus jauh dari makam mamah.
“Sayang..nenek
masuk ya”ucap nenek dengan suara parau
Aku tak tega
untuk menolaknya masuk. Ia adalah ibu dari mamah yang begitu kucintai. Nenek
adalah obat sakitku selama ini. Pengganti mamah yang telah pergi tuk selamanya.
“Iya nek masuk,
pintu gak amira kunci kok”jawabku dengan pelan
“Loh katanya
mau beres-beres sayang. Tapi masih menangis. Nanti hilang wajah cantik cucu
nenek ini”ungkapnya sambil menghapus sisa air mata di pipiku.
“Ah nenek bisa
saja, hehehe iya tadi aku lagi menumpahkan kekesalan”sahutku sambil tersenyum
tipis
“Amira
turutilah perkataan ayahmu kali ini, semuanya sudah di pertimbangkan dengan
matang olehnya. Sebaiknya kau mempersiapkan barang yan hendak di bawa nanti ke
Amerika sana.”ujarnya dengan hati-hati agar tak melukai hatiku
“Baik nek, aku
mengerti apa yang harus kulakukan, tapi mengapa mamah menerima penyakit itu
setelah melahirkanku? Apa aku pembawa
bencana? Dari situkah ayah membenciku?”tanyaku pelan
“Tidak sayang,
kau adalah anugrah terindah untuk ayah dan mamahmu. Jangan pernah berpikiran
seperti itu lagi ya Amira. kau memang
seperti mamahmu, selalu mempunyai hati yang lembut. Walau terkadang di luar kau
terlihat keras kepala.nenek menyayangimu Amira.”ucapnya sambil mencium keningku
“Benar nek aku
seperti mamah yang mungkin akan mati secara perlahan.”gumamku dalam hati,
“Nenek akan
pergi dulu berbicara dengan ayahmu, dan kau istirahat saja dulutuk menenangkan
perasaanmu.”ucap nenek sambil menutup pintu kamarku
“Jika tak ada
jalan lagi, dan itu yang terbaik aku harus pergi, dan bahkan tak ingin ku
kembali ke sisimu ayah.”lirihku pelan
Dengan cepat
segera kurapihkan barang-barang yan hendak ku bawa, baju-baju yang iingin ku
pakai di sana, sisanya akan kubeli saja.
Aku teringat kotak musik kecilku yang berada di gudang, itu pemberian
dari mamah tepat sehari sebelum ulang tahunku dan meninggalnya ia. Kulangkahkan kakiku ke ruang gudang bawah
tanah. Tempat penyimpanan segala barang yang sudah sangat lama dan tidak
terpakai
“Dimana ya
kotak musik itu ? terakhir kali aku melihatnya satu tahun yang lalu, saat mengumpulkan baju bekas tuk
anak yatim piatu.”ujarku dengan mata melihat sekelilingku
Tiba-tiba
mataku tertuju pada kotak rotan kayu berukiran pemandangan hutan, motif yang
sangat indah dan menarik pandangan.
“Sepertinya aku
belum pernah melihat kotak itu.”pikirku penasaran dan membuka isi kotak itu
Terdapat foto
mamah dan ayah saat mereka masih muda, lalu ada foto yang tampak begitu
kukenali foto 3 orang anak remaja yang sedang saling berpelukan.
“Ini
mamah,ayah, dan tante Ratna kan.”kataku heran
Ada secarik kertas
dengan amplop yang masih terjaga rapih, dengan ragu ku buka isi amplop itu dan
membacanya pelan-pelan.
7 Januari 2005
Dengan cinta
dan kasih sayang ku tulis surat ini
Mas
Hendi...maaf jika selama ini belum bisa menjadi istri yang baik untukmu, ibu
yang sempurna untuk putri kita. Namun sejauh ini aku selalu berusaha menjadi
yang terbaik sebisa mungkin. Di saat kau membaca surat ini. Aku sudah jauh dari
genggamanmu. Jauh sekali dan tak mungkin engkau dapat menjangkaunya kembali.
Kanker serviks
yang memggerogoti tubuhku ini adalah takdir yang harus kuterima. Aku tahu kau
mampu menyayangi Amira selalu. jika dia sudah dewasa nanti. Sekolahkanlah dia sejauh
mungkin, agar ia tak selalu mengenangku dan mengingat aku kembali.
Suami ku
tercinta...kumohon jangan tangisi kepergianku, tapi tersenyumlah untuk semua
itu. Karna semuanya sudah di atur oleh yang kuasa. Bisakah kau mengabulkan
keinginan setelah aku meninggal nanti? Aku ingin setelah 3 bulan dari hari
kematianku, menikahlah dengan Ratna sahabat kita. Kau tahu sayang?
Bertahun-tahun lamanya ia selalu memendam rasa suka kepadamu. Selama ini dia
selalu mencintaimu diam-diam. Semenjak kita kecil dan bersahabat ia menyembunyikan
perasaannya hanya demi kita sahabatnya
Aku mengetahui
semua itu dari diary yang tanpa sengaja kubaca di kamarnya. Smemua cerita hanya
tentang kamu mas. Kumohon hanya dia yang pantas mendampingimu setelah aku.
Restuku menyertai kalian berdua. Dia akan menjadi istri yang baik dan ibu yang
sempurna untuk kamu dan putri kecil kita. Aku tahu kau akan sangat sulit
menerimanya, tapi kau mau kan berkorban untuk buah cinta kita? Amira masih
kecil untuk menerima kenyataan bahwa ibunya akan pergi selamanya. Ia masih
butuh kasih sayang seorang ibu mas. Dan aku yakin kau tidak akan menolak
permintaanku ini demi Amira yang begitu
kau sayangi. Kumohon mas...
Kau tahu saat
menulis surat ini ibu melarangku menulis terlalu banyak. Padahal masih banyak
yang ingin kusampaikan kepadamu dan untuk putri kita. Peluk cinta dan kasih
untukmu ibu, dan Amira putri tercantik kita. Jadilah ayah yang baik untuknya,
aku selalu menyayangi kalian semua.
Tetes air mata
mengalir deras di pipiku. Rasanya ada batu yang menghujam keras di hatiku. Selama ini aku membenci seseorang
yang tak pantas ku benci. Dia yang telah mengorbankan kebahagiannya sendiri
demi kepentingan keluarga. Masih terngiang jelas di telinga ku akan kata-kata
kasar yang selalu ku lontarkan untuknya
“Ayah jahat...mengapa
harus menikahi tante Ratna sahabat mamah, itu berarti ayah menyakiti mamah! Aku
benci ayah!
Masih terbayang
di pikiranku akan sikapku selama ini yan selalu cuek dan acuh. Bahkan ketika
beliau sakit aku enggan menyapanya
“Mengapa harus
Amira yang merawatnya nek? Bukankah ia punya istri yang baru?.”ujarku dengan
ketus
Semua kata-kata
dan prilaku itu menunjukkan betapa aku membencinya dulu. Kini luapan kasih
tumbuh dan mekar kembali di hati. Ternyata
selama ini aku tidak bermimpi akan sosok yang selalu mengusap lembut kepalaku
menjelang tidur, ketika aku sakit atau saat aku menangis. Sosok itu nyata,
yaitu ayah. Kasih sayangnya yang ku anggap palsu, dan itu semua adalah cinta kasih
yang nyata. Kali ini aku begitu tertekan
dan merasa berdosa juga bersalah. Aku tak pernah tahu akan kebenaran ini, “Mengapa
semua berbohong kepadaku? mengapa?.”teriakku di sertai tangis yang pecah
“Masya Allah
Amira, kau kenapa sayang? Nenek mencari mu dari tadi . Ayah ingin berbicara
denganmu sepertinya ia ingin membatalkan kuliahmu di luar negri, sayang kau
dengar perkataan nenek? Kenapa kau hanya diam? Apa yang kau baca itu nak?.”
“Nek...mengapa
menyembunyikan kebenaran ini? Kenapa baru sekarang aku tahu ini?.’isakku
bercucuran air mata
“Oh tuhan, kau
temukan surat itu. Aku sudah mengatakan kepada Hendi agar menyimpannya
baik-baik agar kau tidak tahu hingga saatnya.”
“Tidak apa-apa
nek justru aku berterimakasih pada ayah karna telah menyimpannya di gudang ini,
dan aku telah mengetahui itu sebelum semuanya terlambat.”
“Maafkan nenek
sayang, sebenarnya sudah lama nenek ingin memberitahumu ini, tapi ayahmu selalu
bersikeras dan melarang nenek memberitahumu. Pada akhirnya ia berkata biarlah
Amira membenciku selamanya. Ini semua agar ia menjadi anak yang kuat dan tidak
ceneng, dan tugasku sebagai ayah telah selesai sebagaimana mamahnya berpesan.
Sungguh hatiku
pilu mendengar perkataan nenek, sesungguhnya cinta ayah kepadaku begitu besar
“Nek di mana
ayah?”tanyaku terburu-buru
“Ia ada di
ruang tengah”jawab nenek heran
Dengan
tergesa-gesa ku berlari menuju ruang tengah. Tampak sosok ayah yang sudah tua
dan beruban sedang termenung sambil menghisap rokok.
“Ayah...”lirihku
pelan
“Amira.. kau
sudah datang, baiklah ayah ingin berbicara sesuatu kepadamu tentang
perkuliahanmu.” ucap ayah dengan nada yang tegas
Tanpa menjawab
aku segera berlari ke dalam pelukannya. Pelukan yang begitu kurindukan sejak
lama.
“Ayah...maafkan
Amira, aku jahat ayah, aku egois, Amira sayang ayah selamanya.”ucapku dengan
sesegukan karna menangis
“Kau kenapa
sayang? Tidak ada yang salah. Kau selalu benar di mata ayah.”tanya ayah dengan
suara lembut
Aku masih tak
ingin melepaskan pelukanku kepadanya. Kedamaian yang menetramkan jiwa. Segera
ku perlihatkan secarik kertas dari tangan ku.
“Amira sudah
tau semuanya ayah, maaf selama ini Amira tak pernah memahami ayah, maukah kita
memulai cerita akan keluarga baru dari awal lagi ayah?.”tanya ku sambil
mengusap air mata
“Tentu saja
sayang, tapi kau harus tetap pergi ke luar negri.”candanya sambil mengacak-acak
rambutku
Dan dari jauh
sana mamah pasti sedang tersenyum lembut kepadaku, usai dari pelukan hangat
ayah tak lupa ku peluk tante Ratna dan nenek terhebatku, sekarang aku mulai membiasakan
diri memanggil tante Ratna dengan sebutan ibu. Kini kusadari ternyata seorang
ayah adalah kasih sayang yang nyata. Love
you so much my father.
***
No comments:
Post a Comment